Profil Raja Smash Dari Indonesia : Lim Swie King


Liem Swie King merupakan salah satu pemain badminton legendaris Indonesia asal Kudus. Ia telah puluhan kali mengharumkan nama Indonesia yang populer dengan pukulan jumping smash serta mendapat julukan sebagai King Smash.

Menurut info dari kerabat dekatnya, Liem Swie King sebetulnya bermarga Oei, bukan marga Liem. Pergantian marga semacam ini pada masa zaman Hindia Belanda. Ketika masa itu, seorang anak di bawah usia saat memasuki wilayah Hindia Belanda (Indonesia sekarang) wajib ada orang tua yg menyertainya, kalau anak itu tak beserta orang tua aslinya, jadi oleh orang tuanya ia akan dititipkan kepada “orang tua” yang lain, “orang tua” ini dapat saja bermarga sama alias tak sama dengan aslinya.

Sejak kecil, King telah bermain badminton atas dorongan orang tuanya di Kudus. Ia juga masuk ke dalam klub PB Djarum yang telah tak sedikit melahirkan para pemain nasional. King sukses meraih beberapa prestasi selagi 15 tahun berba di bulu tangkis. Tahun perdana, Lim Sui King meraih Juara I Yunior se-Jawa Tengah (1972). Pada usia 17 tahun (1973), pemain yang dijuluki raja smash ini menjuarai Pekan Olahraga Nasional.

Setelah itu, King direkrut masuk pelatnas yang bermarkas di Hall C Senayan. Ia pun meraih Juara Kejurnas 1974 serta 1975. Sementara itu, di kejuaraan internasional, King meraih Juara II All England yaitu pada tahun 1976 dan 1977, sebanyak tiga kali menjadi juara All England (1978, 1979, 1981), peraih medali emas Asian Games di Bangkok 1978, serta tiga medali emas Piala Thomas (1976, 1979, 1984) dari enam kali membela tim Piala Thomas.
Pebulu tangkis asal Kudus ini juga sempat menjadi buah bibir saat menantang Sang Legendaris Rudy Hartono di final All England tahun 1976, yang waktu itu usianya tetap 20 tahun. Setelah itu, Liem Swie King menjadi penerus kejayaan Rudy.
Setelah pensiun dari dunia badminton pada tahun 1988, King terjun di dunia hotel serta spa milik mertuanya di Jalan Melawai Jakarta Selatan. Kemudian ia membuka perjuangan griya pijat kesehatan berkantor di Kompleks Perkantoran Grand Wijaya Centre Jakarta Selatan. Ia juga membuka perjuangan griya pijat kesehatan Sari Mustika. Kini, King telah membuka griya pijatnya di tiga daerah diantaranya Grand Wijaya Centre kemudian Jalan Fatmawati Jakarta Selatan dan yang terakhir Kelapa Gading Jakarta Utara.

Baca Juga : Perkembangan Olahraga Panah Di Indonesia

Pebulu tangkis yang sempat terjun ke dunia film sebagai artis Sakura dalam Pelukan ini saat ini tinggal bersama isteri serta tiga orang anaknya Alexander King, Stephanie King serta Michele King, dimana yang lucu merupakan nyatanya anak-anaknya tak tahu bahwa King merupakan seorang pahlawan badminton Indonesia. Karier King di dunia perfilman berlanjut saat Nia Zulkarnaen serta Ari Sihasale, pemilik rumah produksi Alenia, menjadikan kehebatan Liem Swie King dalam dunia badminton Indonesia sebagai pandangan baru untuk membikin film mengenai bulu tangkis. Film yang diberi judul “King” terbukti bukan bercerita mengenai kisah kehidupan King, akan namun dalam film tersebut King menjadi pandangan baru bagi seorang ayah yang kagum dengan King kemudian berusaha untuk terus  memotivasi putranya untuk dapat menjadi juara semacam King.

Pada bulan Mei tahun 2004, Badan International Badminton Federation atau yang sekarang kita kenal dengan Badminton World Federation menunjukkan apresiasi Hall Of Fame terhadap Lim Swie King.

0 Comments


EmoticonEmoticon