Siapakah Yang Takut Berkomitmen, Pria Atau Wanita ?

Sebagai perempuan, kita tahu satu fakta tidak terbantahkan : pria merupakan anak-anak selamanya.

Ketika kita berkomitmen terhadap seorang pria, kita bersiap dengan pemahaman berbagai faktor ringan semacam berpegangan tangan, saling meredam ego, serta peningkatan nilai nasib akan lebih terkesan dalam suatu hubungan.

Faktanya, benarlah bahwa perempuan telah populer dengan candaan mengenai faktor itu serta membandingkannya dengan pria lain, siapakah yang paling tidak menolong untuk menyelesaikan masalah seperti ini.


“Cowokku berpikir lantai tuh keranjang serta menafsirkan aku ini dianggap sebagai pembantunya.”

“Membuatkan aku sajian untuk makan malam ? Ketika itu kuminta cowokku untuk membawakan roti panggang, serta yang kudapatkan merupakan seiris roti dingin.”

Ini kenyataan serta semua perempuan di luar sana akan mengangguk setuju sekarang. Jangan bilang kalau kamu tidak melakukannya.

Riset yang mendukung faktor ini menawarkan perempuan matang lebih cepat daripada pria. Mengacu pada Psychology Today, suatu penelitian di Newcastle University di Inggris telah menandakan “anak gadis cenderung mengoptimalkan relasi otaknya lebih awal daripada anak laki-laki,” kata pemimpin penelitian menyimpulkan kematangan anak gadis lebih cepat dalam “ terutama area kognitif serta emosi.”

Makanya, masuk logika ketika ada berbagai faktor yang membikin pria rutin tidak lebih dewasa daripada pasangannya. Mengganggu, pasti. Tapi sebagai perempuan, kami terbiasa dengan faktor itu.

Bagaimana pun, nilai kedewasaan bisa menjadi persoalan ketika perempuan siap membikin komitmen serta menikah, sementara pria justru mundur perlahan. Terjadinya gangguan ini dirasakan perempuan ketika pria memakai argumen yang melelahkan sebagai tutorial untuk menghindar alias menunda pertunangan.

Mereka berargumen bahwa mereka tidak mau tinggal di pinggir kota alias segera mempunyai anak, meskipun kenyataannya pacar mereka tidak sempat menunjukan harapan untuk nasib semacam itu juga, lho.

Mereka mengoceh sebab ketakutan apabila kehilangan kebebasan, meskipun apabila telah berpasangan dengan gadis yang memberi mereka keleluasaan itu.

Mereka mengaku keuangan akan menjadi terus terbatas apabila menjadi suami, walau pacar mereka mempunyai pekerjaan super bagus serta tidak berencana untuk berhenti. Mereka berpikir napsu jalan-jalan pacarnya kini akan menjadi jadwal perjalanan akhir pekan ke rumah mertua alias ipar.

Sesungguhnya, pria-pria ini tidak mempunyai semua ketakutan itu, tidak peduli seberapa menentukannya mereka untuk meyakinkan perempuan mereka. Kenyataan yang menjadi persoalan merupakan mereka menolak untuk bertumbuh.

Sayangnya, ini juga berarti mereka akan menjadi pecundang dalam dua perkara.

Pertama, anggaplah mereka sedang bekerja sama dengan wanita yang sangat menghargai dirinya sendiri, mereka akan mendapati diri mereka merasa jomlo. Perempuan pede inginnya tentu pria pede. Pria pede bukanlah tukang cari argumen plin plan.

Kedua, para pria ini gagal untuk menyadari bahwa orang dewasa mempunyai performa untuk mengasah hidupnya. Menjadi dewasa memberi kita kekuatan, tidak semacam ketika kecil, nasib di bawah aturan orangtua.

Pastinya anak-anak akan membikin kita kewalahan serta menghabiskan tidak sedikit waktu dalam satu masa, namun kita mempunyai kekuatan untuk menundanya hingga kita siap alias total pribadi masuk ke dalam dunia orangtua.

Pasangan yang menyadari ketika waktu memisahkan mereka membikin relasi mereka menjadi lebih kuat, akhirnya tidak sempat menurunkan nilai keleluasaan mereka. Namun di ketika yang sama, para pria yang menyadari pikiran ketakutan mereka tidak sangatlah mengenai faktor yang yang ditakutkan sama sekali, para mantan mereka telah berlalu meninggalkan.

Baca Juga : Sulit Untuk Berkonsentrasi ? Pasti Ini Penyebabnya

Menikah bukan untuk mencari ketenangan, ini mengenai bangkitnya kedewasaan. Para pria yang tidak melihatnya sangatlah perlu belajar menjadi dewasa.

0 Comments


EmoticonEmoticon